Minggu, 27 Februari 2011

Petani Tolak Diskriminasi


Sidikalang, (Analisa)

Hitada (Himpunan Petani Kabupaten Dairi) menyatakan sikap menolak segala bentuk diskriminasi. Perlawanan dimaksud dilakukan melalui doa bersama dilaksanakan di pelataran rumah Ir Benpa Hisar Nababan di Panji Bako Desa Sitinjo Kecamatan Sitinjo, Rabu (23/2).

Dua ratusan lebih warga mengambil peran di sana. Teristimewa, agenda diarahkan kepada Panda Nababan Ketua fraksi PDI Perjuangan DPR RI yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut.

Kaum remaja, ibu dan bapak bergiliran berucap harap, agar Tuhan memberi berkat kepada politisi dimaksud menghadapi proses peradilan. Dipintakan juga, Tuhan membuka hati hamba hukum agar menegakkan keadilan tanpa diskriminasi.

Pendeta Robinhood Nababan MDiv melalui kotbah memaparkan, diskriminasi yang terjadi saat ini sudah menyentuh sendi-sendi kehidupan. Kaum mayoritas seolah mendapat legalisasi dari penguasa menindak minoritas. Pembakaran gereja dan tindakan lainnya seakan peristiwa biasa tanpa akhir penyelesaian terukur.

Patut dipertanyakan, apakah oknum tertentu telah masuk ke dalam pembuat kebijakan sehingga perlakuan itu relatif tanpa kendali. Dia mencontohkan peristiwa tragedi Trisaksi yang diikuti peristiwa kasar termasuk tragedi Temanggung baru-baru ini sungguh memilukan.

Selain perilaku mayoritas, kekuasaan sepertinya dipakai untuk menekan lawan politik. Oknum tertentu mengalihkan isu diduga bertujuan menutupi kesalahan. Dan, itu yang menimpa Panda.

Begitu pun, kader senior itu disarankan tabah menghadapi cobaan. Menyatakan kebenaran memang terasa pahit. Namun hal itu dipastikan membuahkan hasil yakni kebahagiaan dan beroleh kerajaan surga. Upaya mencari dalil kesalahan melalui diskriminasi diyakini bukannya mempercepat perwujudan kesejahteraan rakyat. Justru sebaliknya, menimbulkan kurangnya kepercayaan publik.

Solusi utama, ujar Robinhood, perlawanan dilakukan melalui budi baik. Perbesarkan amal hingga mengundang simpati lingkungan. Di samping itu, mesti berdoa terus-menerus hingga Tuhan mengetuk nurani penindas, lalu mau mengakui kebenaran. Dibutuhkan waktu dan proses.

Pada bagian lain, Kartika Ginting (21) mahasiswa semester V salah satu perguruan tinggi swasta di Medan mencemaskan kelangsungan perkuliahan. Sejak duduk di kursi kelas 1 SMP, ia memperoleh beasiswa setiap bulan hingga awal Februari kemarin. Dia tidak tahu, masihkan biaya itu dikirim menyusul penahanan bapak angkat. (ssr)

Dimuat di Hr Analisa, Sabtu (25/2/2011)

www.analisadaily.com