Sabtu, 26 Februari 2011

Jalur Utama Medan Karo-Dairi Lumpuh Total

PERBAIKI SENDIRI: Sebuah jembatan darurat di Lae Pondom Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi hampir ambruk. Ruas dimaksud termasuk kategori jalan nasional menghubungkan Medan, Tanah Karo hingga Kabupaten Dairi juga menuju Aceh. Akibat kerusakan itu, lalu lintas lumpuh total selama 19 jam. Sopir dan warga berusaha memperbaiki secara swadaya, Sabtu (26/2). (Analisa/sarifuddin siregar)

Jalur Utama Medan Karo-Dairi Lumpuh Total
Sidikalang, (Analisa)
Akses transportasi di jalur utama menghubungkan Medan dan Kabupaten Tanah Karo menuju Kabupaten Dairi dan wilayah tetangga diantaranya Pakpak Bharat, Subulusalam dan Aceh Singkil lumpuh total selama 19 jam. Hal itu terjadi akibat sebuah jembatan darurat di Lae Pondom Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi, kilometer 119 Medan nyaris ambruk. Macet berat di titik tersebut pukul 16.00 Wib Jumat (25/2) berujung pada rusaknya jembatan yang dibangun dua bulan lalu.

Sekilas, besi penahan tampak peyot diduga akibat lalu lalang kendaraan over tonase tanpa kontrol. Hingga pukul 11.30 Wib Sabtu (26/2), ratusan kendaraan jenis truk masih tertahan di dua arah menunggu infrastruktur membaik. Upaya penanggulangan dilakukan secara swadaya para sopir dan warga. Mereka membongkar lalu memasang broti pengganti. Kerja keras itu membuahkan hasil. Untuk sementara, disepakati hanya mobil berukuran kecil diperkenankan lewat. Truk roda delapan masih menunggu. Di sana juga terlihat muatan berat termasuk pipa besi berdiameter panjang.

Sementara itu, pengendara lainnya terpaksa beralih mempergunakan jalan alternatif yakni Merek-Sikodon-kodon-Silalahi hingga Sumbul. Route itu dikabarkan juga sangat rawan bahaya dimana lebar jalan kurang memadai. Di kiri terdapat tebing siap longsor sedang di sebelah kanan mesti waspada tergelincir ke Danau Toba.

Menyusul masalah itu, pengusaha jasa transportasi memilih menunda beberapa keberangkatan dini hari. Po Datra misalnya, memutuskan meniadakan trip 03.00 Wib menunggu hari cerah dan informasi terkini. Penumpang pagi bergerak memakai jalur Silalahi. Sopir pembawa BBM (bahan bakar minyak) dari Belawan diinformasikan beralih dari Kabanjahe-Tigalingga menuju Sidikalang. Penambahan lama pengiriman membuat stok bensin dan solar di SPBU sempat terkendala.

Jongarih Girsang anggota SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul di sela gotong – royong menuding, persoalan itu terkait erat dengan muatan truk di luar ambang normal. Umumnya, mobil roda enam membawa barang di atas 30 ton. Kuantitas per malam ditaksir lebih 200 unit. Konsekwensinya, aspal hotmix berubah hancur-hancuran.

“Bisa anda bayangkan betapa jalan dan jembatan di lintasan ini kian babak belur. Entah siapa lagi yang peduli” ujar Jongarih. Seputar konstruksi jembatan, menurutnya semula sudah baik. Akibat bobot berlebih, rel roda sekaligus pengikat papan jembatan jadi lepas. Bentuk sarana penghubung itu pun mulai surut dan oleng.

Beberapa sopir menyesalkan lemahnya atensi pemerintah. Kecuali polisi dan anggota TNI AD, tak ada petugas di sana. Mereka protes sebab pembayaran di jembatan timbang Sidikalang tidak boleh kurang namun kualitas sarana tidak becus. Di unit pengawasan itu, seorang sopir pembawa minyak sawit mentah jurusan Meulaboh-Belawan mengungkap, mesti menyetor Rp 100 ribu. Dari perbatasan Sumut-Aceh di Pakpak Bharat hingga Medan, total pengeluaran mencapai Rp 600 ribu. Di jalur Aceh, bersih tanpa kutipan.

“Seratus ribu sekali lewat. Seribu rupiah pun tak boleh kurang. Tapi, seperti inilah jalannya. Itu belum termasuk kutipan lain bergaya preman ” ujar pria marga Manullang asal Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Sopir lain pembawa pupuk menyebut, biasa membayar Rp 150 ribu. Setoran itu tanpa tanda terima. Buruknya cuaca ditambah antrian panjang membuat sebuah truk terperosok masuk parit tak jauh dari lokasi peristiwa.

Bambang Pardede PNS di di Balai Besar Rehabilitasi Jalan Nasional Kementerian Pekerjaan Umum belum berhasil dikonfirmasi. Telepon selluler berikut pesan singkat tidak dijawab. (ssr)